Pengungsi Merapi di Sleman Tetap di Barak Pengungsian Sampai PPKM Berakhir

- 19 Januari 2021, 17:38 WIB
Gunung Merapi kembali erupsi luncurkan awan panas dan guguran
Gunung Merapi kembali erupsi luncurkan awan panas dan guguran /Instagram/@info_gunungmerapi/

KENDALKU – Masih terjadi luncuran awan panah dan guguran lahar dingin Pemerintah Kabupaten Kabupaten Sleman, DIY belum memperbolehkan para pengungsi lereng Merapi pulang rumah.

Kondisi Merapi juga sudah mengalami erupsi efusi namun para pengungsi saat ini untuk tetap ada di barak pengungsian Glagaharjo, Cangkringan.

Pertimbangan lainnya, karena saat ini di Sleman masih menerapkan PPKM Jawa Bali.

Sehingga sampai tanggal 25 januari 2021 pengungsi tetap di barak, untuk menunggu instruksi Bupati Sleman lebih lanjut.

Baca Juga: 2021 Ini Jalan Raya di Indonesia Bakal Dipenuhi Oleh 125 Mobil Listrik dan 1,34 Juta Motor Listrik

"Walaupun Gunung Merapi sudah di fase erupsi efusi tetapi Pemkab Sleman tidak memperbolehkan pengungsi pulang, ini mengingat Pemkab Sleman masih memberlakukan PPKM hingga 25 Januari 2021," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sleman Joko Supriyanto, di Sleman, Selasa 19 Januari 2021.

Saat ini jumlah pengungsi tanggap darurat bencana erupsi Gunung Merapi di barak pengungsian Glagaharjo sebanyak 311 jiwa yang merupakan warga kelompok rentan di Dusun Kalitengah Lor, Glagaharjo, Cangkringan.

"Nanti setelah PPKM selesai akan ada instruksi Bupati Sleman terkait penanganan pengungsi Merapi selanjutnya," katanya.

Mereka ini telah diungsikan sejak 7 November 2020 di barak pengungsian Glagaharjo setelah BPPTKG menaikan status aktivitas Merapi menjadi level III pada 5 November 2020.

Baca Juga: DPR Bahas Jamaah Haji Indonesia Diberikan Vaksin Covid-19

Sebelumnya Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menyatakan bahwa Gunung Merapi yang berada di perbatasan Kabupaten Sleman dan Jawa Tengah sudah bererupsi sejak 4 Januari 2021.

"Aktivitas erupsi tersebut berupa guguran lava pijar dan awan panas sejauh maksimal 1.800 m yang disebut dengan erupsi efusi," kata Hanik Humaida.

Sampai dengan saat ini telah terjadi 10 kali awan panas yaitu pada 7 Januari sebanyak empat kali, pada 9, 13 dan 16 Januari masing-masing dua kali, dan ada 18, dan 19 Januari 2021.

"Kejadian tersebut didominasi luncuran sekitar 500 meter," katanya.

Baca Juga: Tekuk Thailand, Greysia-Apriyani Lolos Babak Pertama Toyota Thailand Open 2021

Ia mengatakan bahwa potensi dan daerah bahaya erupsi Gunung Merapi sudah berubah mengingat erupsi yang cenderung bersifat efusif serta memperhatikan arah erupsi yang mengarah ke barat.

"Per 15 Januari 2020, distribusi probabilitas erupsi dominan ke arah erupsi efusif 40 persen dan esplosif 21 persen, sehingga potensi erupsi eksplosif dan kubah-dalam menurun signifikan," katanya.

Ia mengatakan, potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 kilometer.

"Sedangkan lontaran material vulkanik jika terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau sejauh maksimal 3 kilometer dari puncak. Jarak awan panas maksimal 1,8 kilometer. Masih cukup jauh dari pemukiman yang berjarak 6,5 kilometer," katanya.

Baca Juga: Termenung Dihadapan Kantor Gubernur Sulbar Yang Hancur, Jokowi: Ikhlaskan dan Sabar

Hanik mengatakan, seiring berlangsungnya, saat ini aktivitas seismik, deformasi, dan gas menurun signifikan. Kegempaan internal 27 kali perhari. Deformasi 0.3 cm/hari. Gas vulkanik CO2 saat ini 600 ppm dalam tren menurun. Kejadian guguran tinggi, dominan bersumber di lokasi erupsi.

"Berdasarkan data pemantauan seismik, deformasi, dan gas menurun. Tidak ada tekanan magma berlebih yang mencerminkan tambahan suplai magma," kata Hanik. ***

Editor: Ambar Adi Winarso

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah