KontraS: Mempertanyakan Masalah Pembangunan, HAM, dan Intoleransi di Indonesia

- 6 September 2021, 17:00 WIB
KontraS: Mempertanyakan Masalah Pembangunan, HAM, dan Intoleransi di Indonesia
KontraS: Mempertanyakan Masalah Pembangunan, HAM, dan Intoleransi di Indonesia /Pixabay/Annabel_P/

KENDALKU - Pertanyaan mengnai masalah pembangunan, HAM dan intoleransi masih santer terdengar di Indonesia.
 
Terutama masalah intoleransi dalam beragama masih terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
 
Pemerintah yang seharusnya memiliki perhatian terhadap persoalan pembangunan, HAM dan intoleransi justru cenderung kurang tegas dalam memberikan kebijakan. 
 
 
Dalam salah satu podcastnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menjelaskan bahwa pemerintahan Indonesia yang dipimpin presiden dari masa ke masa belum memberikan perhatian lebih pada masalah pemerataan pembangunan dan HAM.
 
Pemerintah pusat hingga saat ini memiiki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebebasan beragama masyarakat dalam konstitusi. 
 
Akan tetapi susunan peraturan di beberapa daerah tidak demikian.
 
Pemerintah yang memiliki kewenangan dari tingkat pusat seharusnya bisa turun ke daerah yang mengalami konflik yang tidak bisa diselesaikan.
 
 
Namun pada kenyataannya hal ini tidak menjadi perhatian serius oleh aparat pemerintah dan keamanan.
 Padahal Dalam konteks HAM, negara harus hadir untuk melindungi masyarakat dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
 
“Ada contoh misalnya SKB 3 Menteri sebenarnya tidak melarang untuk Ahmadiyah itu ada tapi diinterpretasikan oleh pemerintah-pemerintah daerah menjadi berbeda.” Ungkap Pretty, salah seorang peneliti KontraS.
 
“Interpretasi itu yang kemudian menjadi melanggar haknya masyarakat minoritas di daerah,” lanjutnya.
 
Konsep beribadah dan beriman di masyarakat idealnya didasari toleransi. 
 
Perbedaan agama dan aliran keagamaan tidak untuk justru menimbulkan sensitifitas dan konflik satu sama lain.
 
Masalah-masalah seperti perusakan rumah ibadah dan pengucilan masyarakat yang memiliki kepercayaan agama minoritas yang masih ada dari masa ke masa seharusnya bisa ditekan lagi.
 
Di banyak kalangan masyarakat, kesadaran tentang toleransi kebanyakan masih hanya sebatas tidak melakukan kekerasan pada penganut kepercayaan lain. 
 
Padahal toleransi yang sesungguhnya ialah tidak menyalahkan kepercayaan sesama manusia, dan terus menebarkan kebaikan agar tercipta kerukunan bersama.
 
Kejadian yang tidak menyalahi toleransi seringkali ada dalam momen pemilihan umum kepala daerah maupun presiden.
 
 Isu-isu tentang agama sering dimunculkan untuk menarik perhatian banyak masyarakat. 
 
Menurut Pretty, masyarakat akan lebih tergugah perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan keimanan.
 
Seharusnya pemerintah mempunyai kebijakan dalam pembangunan dan HAM yang mengarah pada pemecahan masalah intoleransi di masyarakat.
 
Kini banyak fasilitas publik yang punya label syariah dan banyak yang menganggapnya sebagai aspek utama. 
 
Masyarakat yang merasa telah melakukan kehidupan sesuai dengan syariah cenderung merasa dirinya paling superior.
 
Yang disayangkan adalah ketika ada orang yang menganggap lebel syariah itulah yang paling benar, sedangkan orang lain yang memiliki keimanan berbeda dengannya dianggap buruk.
 
Inilah masalah pembangunan, HAM, dan intoleransi di Indonesia.***
 

Editor: Afrilila Indah Sidqiani

Sumber: YouTube KontraS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x