Film Pray the Devil Back to the Hell: Perempuan-perempuan Pejuang Perdamaian di Liberia

- 10 September 2021, 11:15 WIB
Film Pray the Devil Back to the Hell: Perempuan-perempuan Pejuang Perdamaian di Liberia
Film Pray the Devil Back to the Hell: Perempuan-perempuan Pejuang Perdamaian di Liberia /Tangkap Layar/Film Pray the Devil Back to the Hell/

 

 
KENDALKU – Film Pray the Devil Back to the Hell kabarnya menceritakan perempuan-perempuan pejuang perdamaian dunia yang ada di Liberia.
 
Dalam film Pray the Devil Back to the Hell diketahui bahwa Liberia merupakan negara di Afrika Barat dengan jumlah penduduk 3 juta orang.
 
Lantas film Pray the Devil Back to the Hell mengkisahkan bahwa selama lebih dari satu abad keturunan para pendiri negara itu menjadi kelas elit yang menguasai kelompok-kelompok etnik setempat.
 
 
Ketegangan antar kelompok masyarakat pun berlangsung panjang, dan memuncak ketika perang saudara tahun 1989.
 
Sejak itu masyarakat Liberia didera oleh kekerasan yang berlangsung lama. Di tahun 2002, lebih dari 200.000 orang meninggal dunia.
 
Dalam film dokumenter Pray the Devil Back to the Hell, lima perempuan menceritakan berlangsungnya perang yang berlangsung sekitar tahun 1997-2003.
 
Film yang tayang perdana pada tahun 2008 ini memenangkan 17 penghargaan dalam festival film internasional, termasuk film dokumenter 2009 untuk Peace Award for Justice.
 
 
Aktivis perdamaian dan penulis film ini, Leymah Gbowee memenangkan nobel perdamaian berkat perjuangannya mulai dari memobilisasi masa untuk melaksanakan aksi hingga membawa perdamaian di Liberia.
 
Film ini diproduksi oleh Abigail E. Disney dan disutradarai oleh Gini Reticker dengan rekonstruksi cerita melalui wawancara, arsip rekaman, dan gambar mencolok Liberia kontemporer. 
 
Reticker mengatakan ia memiliki keengganan ketika diminta untuk mengarahkan film.“Semua kisah dari Liberia begitu suram,” ungkapnya.
 
Perang semakin mencekam ketika ada kelompok yang ingin menggulingkan presiden Charles taylor. Mereka bergerilya ke desa-desa dan melakukan kekerasan, pemerkosaan, hingga pembunuhan.
 
Konflik tersebut pada awalnya terpusat di wilayah pedesaan, kemudian merambah ke wilayah ibu kota Monrovia.
 
Sekelompok perempuan kemudian memulai rencana perjuangannya dengan berdo’a bersama di gereja, dan berlanjut dengan menjaring lebih banyak perempuan lagi.
 
Organisasi ada untuk mempengaruhi perubahan. Berangkat dari keyakinan ini, kesadaran pada strategi perubahan masyarakat yang damai dan wawasan kritis pun tumbuh.
 
Percakapan mengenai dampak kekerasan, kekerasan bersenjata, trauma, dan kekerasan dalam rumah tangga dilakukan dengan serius.
 
Mereka dengan keyakinan dan keberanian datang bersama-sama ke tengah perang sipil dan menghadapi panglima perang.
 
 Perempuan Liberia melakukan gebrakan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
 
Gbowee mengorganisasi para perempuan di Monrovia, Liberia untuk menuntut perdamaian dan mengorganisasi protes dengan tanpa kekerasan. 
 
Demonstrasi pun memuncak ketika Presiden Charles Taylor akhirnya diasingkan.
 
 Kekuatan politik kemudian mengarah pada pengangkatan Ellen Johnson Sirleaf sebagai kepala negara perempuan pertama di Afrika.
 
Demikian artikel mengenai film Pray the Devil Back to the Hell yang mengkisahkan perjuangan para perempuan di Liberia untuk perdamaian dunia.***

Editor: Fahmi Syaiful Akbar

Sumber: stthomassource.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x